Senin, 30 Juni 2008

Stop Kekerasan !!!


Konon kabarnya selama 4000 tahun peradaban manusia, hanya 250 tahun saja yang berlangsung damai. Itu artinya sejarah manusia adalah sejarah peperangan, sejarah kekerasan. Lantas, apakah kemudian kekerasan dapat dibenarkan. Apakah memang watak dasar manusia adalah kekerasan, dengan kata lain manusia menikmati kekerasan?.
Kekerasan dapat dilakukan untuk berbagai tujuan. Penegakan hukum memerlukan kekerasan (pemaksaan) agar dapat berjalan efektif. Untuk memaksakan kehendak juga sangat efektif dengan cara kekerasan. Kekerasan juga mungkin menjadi katarsis yang ampuh atas himpitan-himpitan yang dihadapi, baik persoalan psikologis, sosial, politik, dan ekonomi. Kekerasan juga merupakan pengelolaan konflik yang paling primitif. Sejak Habil dan Qabil memulai pertumpahan darah pertama dalam sejarah manusia.
Kekerasan juga dapat dilakukan atas berbagai alasan. Alasan agama –ini yang paling sering dan yang paling menyeramkan dalam sejarah manusia-, alasan politik, dominasi kekuasaan, alasan ideologis, bahkan kekerasan juga dilakukan atas nama adat dan tradisi –pernah lihat film Apocalypto garapan Mel Gibson, atau kasus KDRT yang tersembunyi rapat-rapat di balik selimut tradisi dan adat.
Untuk alasan apapun, untuk tujuan apapun, kekerasan tetaplah kekerasan. Dan dalam kekerasan ada hak-hak asasi orang lain yang dirampas. Ada ancaman terhadap keamanan dan keselamatan jiwa manusia. Bulan Juni ini, kita disuguhi pementasan kekerasan yang tidak ada akhirnya. Mulai dari insiden Monas (FPI vis a vis AKKBB), insiden UNAS (polisi vis a vis mahasiswa), Geng Nero di Pati (kekerasan a la peer group), dan yang terakhir adalah demonstrasi anarkis menentang kenaikan BBM di Jakarta baru-baru ini.
Apa arti kekerasan-kekerasan yang terjadi belakangan ini?
Apakah ini hanya sekadar refleksi kekerasan ekonomi semata (ketidakadilan ekonomi)
Atau cerminan dari kekerasan politik dari sebuah sistem yang mampet dan diskriminatif?.
Atau hanya gambaran dari runtuhnya bangunan sosial masyarakat yang semakin rapuh di tengah gemuruh pembangunan dan modernisasi di segala bidang?
Atau gejala dekadensi pemahaman terhadap nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki bangsa ini, termasuk nilai-nilai agama?
Atau memang kita sudah tidak cukup dewasa untuk memberikan respon secara positif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita?
Mau kemana bangsa dan negara kita (bangsa dan negaraku, bangsa dan negaramu, bangsa dan negara mereka, bangsa dan negara kita, Indonesia)
STOP KEKERASAN !!!

Tidak ada komentar: