Kamis, 29 Mei 2008

Tombo Ati




100 tahun kebangkitan nasional, bangsa ini tak pernah berhenti menjadi.
Riak-riak kecil dan besar mengiringi langkah bangsa menuju kemerdekaan dan kebebasan sejati. Kebebasan dari penderitaan, penjajahan, penindasan, penjarahan, pemerkosaan, penghisapan, baik oleh bangsa sendiri maupun bangsa asing, baik lewat intervensi langsung maupun cengkeraman VOC-VOC baru.
Kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, masih akrab ditengah-tengah masyarakat kita. Kriminalitas, kerusuhan, katarsis sosial dan psikologis yang berujung pada anarkisme, seperti menyembunyikan wajah asli bangsa yang santun dan lemah lembut.
Yang lain lebih memilih menekuri nasibnya yang dari hari ke hari semakin sengsara, dan pasrah. Sebagian lebih memilih kematian sebagai cara mengakhiri penderitaan.
10 tahun reformasi, bangsa ini tak pernah berhenti menjadi
Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
Di pojok kampung antri sembako dan minyak tanah, di lantai mall ada antrian ayat-ayat cinta.
Di pinggir jalan dan jembatan orang beringsut memohon belas kasihan untuk seribu rupiah, bahkan lima ratus rupiah, di sana, di atas lantai dansa orang-orang sibuk berdansa-dansi memuaskan hasrat.
Di sana, satu kampung makan nasi aking. Disini, uang dibuang-buang untuk McDonald dan kawan-kawannya.
Inikah wajah kemajuan kita? Inikah wajah bangsa kita? Yah,,bangsa kita tidak pernah menjadi, tapi memang benar-benar masyarakat imagi.
Mari, kawan-kawan, kita rileks sesaat dan merenungkannya sambil mendengarkan apa yang disampaikan Kyai Kanjeng dalam Tombo Ati.

Kepada engkau yang menyimpan kesengsaraan dalam kebisuan
kepada engkau yang menangis dalam batin karena dikalahkan,
karena disingkirkan diusir ditinggalkan
atau karena sangat sangat susah untuk bertemu yang namanya keadilan
aku ingin bertamu ke lubuk hatimu saudara-saudaraku
untuk mengajakmu istirah sejenak
mengendapkan hati dan bernyanyi
mengendapkan hati dan bernyanyi
saudara-saudaraku sesama orang kecil di pinggir jalan
sedulur-sedulurku di dusun-dusun,
di kampung-kampung perkotaan,
karib-karibku di gang-gang kotor,
di gubuk-gubuk tepi sungai yang darurat
atau mungkin saudara-saudaraku di rumah-rumah besar
atau di kantor-kantor mewah namun memendam semacam keperihan diam-diam
aku ajak engkau semua sahabat-sahabatku,
saudara-saudaraku untuk menarik nafas sejenak
untuk bersandar
atau membaringkan badan
kuajak engkau menjernihkan pikiran
untuk menata hati, menemukan kesalahan-kesalahan kita
untuk tidak kita ulangi lagi
atau meneguhkan kebenaran-kebenaran untuk kita perjuangkan kembali
ayolah saudara-saudaraku...
Rileks....

Tombo ati iku ono lima perkoro
kaping pisan...
moco qur'an sak maknane
kaping pindo...
shalat wengi lakonono
kaping telu...
wong kang sholeh kumpulono
kaping papat...
weteng siro ingkang luwe
kaping limo...
dzikir wengi ingkang suwe
salah sawijine sopo biso ngelakoni
insya Allah Gusti Pengeran Ngijabahi....

Tidak ada komentar: