Kamis, 18 Desember 2008

Bandung Military Tour



Salah satu sudut bangunan milirer
Selalu menyenangkan jalan-jalan. Apalagi kalau jalan-jalan tersebut dapat memberikan banyak pengetahuan baru. Minggu yang lalu, aku mengikuti acara Militour, jalan-jalan mengintip fasilitas militer yang ada di kota Bandung. Memang, Bandung (Priangan), selain dulunya disiapkan sebagai ibukota Negara Hindia Belanda sebagai pengganti Batavia, juga disiapkan sebagai pusat militer pemerintah kolonial. Maka tidak mengherankan bila di Bandung terdapat banyak fasilitas militer.

Di mulai dari Gudang Utara, yang merupakan arsenal militer Hindia Belanda, perjalanan bermuara di Museum Mandala Wangsit, museum perjuangan Kodam III/Siliwangi. Seperti biasa, militer selalu mengklaim dirinyalah sendiri yang menopang kedaulatan dan pejuang sejati kemerdekaan Indonesia. Istilah seperti “tentara berjuang bersama rakyat”, sering mereka keluarkan daripada pernyataan: “rakyat berjuang bersama tentara”. Seolah-olah merekalah komponen utama perjuangan dulu. Tapi sudahlah, bangunan dan fasilitas militer lebih menarik untuk diamati daripada memikirkan hal itu.


Sayangnya, kita tidak bisa masuk ke dalam instalasi dan fasilitas militer, alasannya sih katanya demi menjamin kerahasiaan Negara (hehehe..padahal fasilitas mereka sudah bisa dipotret lewat Google Earth). Jadi kita hanya bisa menikmati arsitektur klasik romantik dari luar aja. Kalau dari sudut sejarahnya sih ga ada yang menarik menurutku. Bukannya nyombong, tapi aku sedikit banyak tahu tentang sejarah militer di Indonesia, mulai dari KNIL, PETA, dan laskar-laskar rakyat sampai TNI sekarang. Cuman mungkin dengan berkunjung ke tempat-tempat itu, aku ngerasa seperti terlibat langsung dengan sejarah militer Indonesia sendiri.


Alat musik Karinding
Yang menarik bagiku adalah karinding yang dimainkan oleh seorang anggota Bandung Heritage. Karinding merupakan alat musik tiup sederhana yang terbuat dari batang bambu, yang ukurannya kecil sekali, panjang sekitar 10 cm, lebar 1 cm, dan ketebalan 1-2 mm. Ketika ditiup oleh satu orang, suaranya emang lirih dan kecil. Tetapi ketika ditiup secara bersamaan oleh eberapa orang, interferensi suara menghasilkan suara yang nyaring. Menurut pengakuan orang itu, frekuensi yang dihasilkan oleh interferensi suara itu dapat mengusir hama di sawah. Alat musik ini dulunya banyak dimainkan oleh urang sunda saat di sawah. Sambil menunggu sawah, mengusir hama, juga bermain musik dengan karinding. Bayangkan “kebudayaan petani” yang bersahaja dan memiliki kohesi sosial yang sangat kuat. Saat individualisme belum mencemari pematang sawah. 

Keberadaan karinding ini sudah sangat langka, untuk tidak mengatakan hampir punah. Dan sudah jarang sekali orang yang bisa memainkannya. Begitulah nasib budaya kita…Tergusur oleh kekuatan besar yang sekarang lagi dominan: KAPITALISME. Saat kita melupakan karinding, bisa jadi dalam beberapa tahun mendatang Malaysia akan meng-klaim bahwa karinding adalah produk budaya mereka. Siapa peduli?...


Yang tersisa dari perjalanan ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang terkadang klise tapi jawabannya sulit tersedia. Lantas, peran Dinas Pariwisata dimana? Justru kelompok-kelompok masyarakat seperti Bandung Heritage inilah yang memiliki kepedulian nyata terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa. Bukankah gila kalau Tommy Winata mau membeli gedung Sabau (bekas gedung Department van Oorlog dan bekas gedung KNIL) untuk dijadikan hotel, dan Pangdam III/Siliwangi mengijinkannya.


Sejarah memang harus ditulis ulang, dengan kajian akademik yang objektif lepas dari kepentingan penguasa. Kenapa? Karena apa yang tertulis dan terpampang di Museum adalah warisan sejarah Orde Baru yang militeristik. Apakah otak dan kesadaran anak cucu kita harus terkontaminasi sejarah yang “bengkok”?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

EH riel...mau tanya tapi agak beda dari tema :) sebab aku bingung nyari tempatnya he he

Ngomong2...tuh pas di masjid baiturahman...kehilangan sandal??
wakkakakak

wong-samin mengatakan...

Iyaaaaa...Mangkel banget aku. Jadinya kembali ke tempat penginapan nyeker:)
Masak "satpam syari'ah" hanya teriak-teriak dengan pengeras suara kalau perempuan ga berjilbab dan berpakaian seksi dilarang masuk masjid, tetapi maling-maling ga dilarang masuk dan dibiarkan berkeliaran di lingkungan masjid